Rabu, 11 November 2009

Beberapa Sifat Fisika DNA Yang Penting

Dalam perkembangan lanjut, implikasi dari model DNA menurut Watson dan Crick adalah sifat fisika DNA yang mudah membentuk dua rantai tunggal DNA apabila ikatan hidrogen purin-pirimidin "melele". Melalui pemanasan, misalnya, ikatan ini melele dan kekentalan (viscocity) larutan menurun. Dalam keadaan rantai tunggal, gugus amino dari purin dan pirimidin tersingkap dan siap bereaksi dengan formaldehida membentuk turunan hidroksimetil, yang dalam keadaan rantai ganda DNA gugus ini tidak reaktif. Akibat lanjut dari terbentuknya rantai tunggal DNA adalah serapan radiasi ultraviolet pada riak-gelombang 260 mm oleh DNA dalam larutan meningkat 40% (DNA memiliki serapan radiasi tertinggi pada riak-gelombang 260 mm). Dengan pemanasan, serapan radiasi ultraviolet oleh DNA meningkat secara drastis disaat suhu pemanasan melewati titik leleh (melting point).

Titik leleh dari setiap potongan DNA bersifat spesifik. Misalnya, titik leleh untuk DNA dari Diplococcus pneumoniae, E. coli, Serratia marcescens, dan Mycobacterium phlei masing-masing berturut-turut: 86, 90, 94 dan 97 oC. Naiknya titik leleh ini berhubungan langsung dengan naiknya kadar [G] + [C] pada suatu spesies. Setiap spesies bakteri dan vertebrata memiliki kadar G/C yang berbeda-beda (Tabel 2.1). Marmur (1959) melakukan percobaan denaturasi DNA yang mengandung berbagai kadar AT (termasuk DNA sintetik kaya AT. Hasilnya menunjukan bahwa suhu titik denaturasi menurun dengan naiknya kadar A/T. Percobaan transformasi pneumococci resipien dengan DNA yang di panasi dari D. pneumoniae donor, menyebabkan aktifitas transformasi terhenti disaat pemanasan mencapai suhu 86oC, yaitu suhu dimana denaturasi DNA Pneumococci di capai. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan bakteri ditransformasi oleh rantai tunggal polinukletida.

Tabel Jumlah Fraksi [G] + [C] pada beberapa bakteri dan vertebrata

Hal yang menarik adalah bahwa ternyata dua rantai tunggal DNA yang telah dipanasi dapat berpasangan kembali di dalam larutan. Marmur di tahun 1960 memanaskan larutan DNA pneumococci pada suhu 100oC. Larutannya kemudian didinginkan. Sepanjang pemanasan dan pendinginan, dilakukan uji kemampuan DNA mentrasnformasi bakteri resipien. Pewarisan kemampuan bakteri menerima DNA berlangsung sejalan dengan naiknya suhu pemanasan DNA. Sewaktu pendinginan, dan suhu mencapai 86oC, transformasi mulai mengalami restorasi dan mencapai maksimumnya pada suhu sekitar 60oC, dan tetap konstan sampai suhu pendinginan mencapai 30oC. Denaturasi dan renaturasi DNA dapat juga diikuti dengan mengukur absorbansi sinar ultraviolet sepanjang naik dan turunnya suhu larutan.

Nampaknya bukanlah suatu keharusan bahwa dua DNA harus benar-benar identik agar mampu berpasang kembali. Dua rantai tunggal DNA yang memiliki tingkat homologi basa nitrogen tertentu dapat berpasangan. Sifat hibrida silang demikian menjadi dasar-dasar penting dalam banyak prosedur aplikasi genetika molekuler seperti analisis hubungan keeratan dua organisme, studi sistematika organisme, pengembangan teknik hibridisasi in situ fluorpendar (FISH), sintesis DNA in vitro dengan reaksi berantrai polimerase (PCR), dan prosedur hibridisasi Southern.

Terdapat beberapa protein/enzim penting yang berinteraksi dengan DNA dan mempengaruhi sifat-sifat fisik DNA yaitu: (1) Deoksiribonuklease (DNase), (2) Enzim-enzim spesifik penggunting DNA (Restriction enzyme endonucleases), (3) DNA ligase, (4) Topoisomerase, (5) DNA Polimerase, (6) DNA girase, (7) Primase, (8) Helikase, dan (9) DNA binding protein.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar